![](file:///C:\Users\AHMEDS~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
Sebuah penilaian mengagumkan tentang oposisi Yahudi terhadap Zionisme di Tanah Suci dan sebuah pan dangan tentang Timur
Tengah “pasca-Israel.”
Dari
semua gerakan kolektif
yang mulai merubah masyarakat di abad dua puluh,
hanya Zionisme yang masih tertinggal sebagai jejak terakhir. Zionis mau pun lawan-lawan mereka sama-sama
setuju bahwa Zionisme dan Negara Israel yang lahir darinya di pertengahan abad ke-dua
puluh ini merupakan pukul anter besar dalam seluruh sejarah Yahudi.
Membahas Yahudi di abad sembilan belasan mengisyaratkan
sebuah konotasi normatif: penganut Yahudi adalah orang yang tingkah lakunya
secara definitif harus mewakili beberapa prinsip tertentu yang berakar dari
Yudaisme, yang menjadi kemufakatan (common denominator) bagi komunitas
Yahudi. Mengutip Rabbi Amerika-Jerman, Simon Schwab (1908-1993):
kaum Yahudi di setiap benua menjalani kehidupan mereka
masing-masing, mengabdi pada budaya Suci mereka, terpisah dari sejarah politis
dunia di sekeliling mereka, yang telah memberkati mereka dengan kepahitan cinta
jika bukan kebencian tanpa batas… Dalam Yudaisme, hanya ada satu penafsiran tentang
cita-cita, sejarah, dan masa depan Yahudi yang absah. Kesetiaan pada Hukum Tuhan
adalah tujuan puncak setiap individu. Kesetiaan ini juga menjadi landasan eksistensi
bangsa ini, persatuan kebangsaan Israel yang tetap bertahan di antara runtuhnya
seluruh independensipolitis Yahudi.
Sekulerisme yang menyapu seluruh Eropa telah menghasilkan
perubahan radikal terhadap identitas Yahudi dan meletakkan landasan bagi Zionisme.
Dari identitas yang normatif, keyahudian berubah menjadi identitas deskriptif,
yang membuka dirinya untuk sebuah penafsiran separatis.
![](file:///C:\Users\AHMEDS~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar